BADAL HAJI DAN UMRAH SERTA HUKUM UMRAH BERKALI-KALI PADA MUSIM HAJI
BADAL HAJI DAN
UMRAH SERTA HUKUM MELAKSANAKAN UMRAH
BERKALI-KALI BAGI JAMAAH HAJI SAAT BERADA DI MAKKAH
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
1.
Satu bulan sebelum keberangkatan
haji, orang tua meninggal, apakah boleh dibadalkan ? kapan dan siapa yang sebaiknya membadalkan ?
2.
Jika umrah hukumnya sunnah, apakah
ada membadalkan umroh ?
3.
Berapa lama waktu antara umrah ke
umrah berikutnya ? bagaimana dengan
jama’ah haji yang melakukan umrah beberapa kali saat di makkah ?
Sigit Bachtiar
Jawaban:
Terima kasih kami ucapkan kepada
bapak Sigit bachtiar di Tangerang Selatan-Banten atas pertanyaan yang
disampaikan kepada kami. Beberapa pertanyaan yang bapak ajukan tersebut
sebenarnya sudah dijelaskan secara panjang lebar di dalam buku Tuntunan Manasik
Haji Menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah yang disusun oleh Majelis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Berikut ini jawaban dari pertanyaan bapak:
1.
Hukum badal
haji, waktu, dan orang yang membadalkan.
Badal haji
adalah ibadah haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama orang lain yang
telah memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji, namun karena orang
tersebut uzur (berhalangan) sehingga tidak dapat melaksanakannya
sendiri, maka pelaksanaan ibadah tersebut didelegasikan kepada orang lain.
Badal haji ini
menjadi masalah mengingat ada beberapa ayat al-Qur’an yang dapat difahami bahwa
seseorang hanya akan mendapatkan pahala dari hasil usahanya sendiri. Artinya
seseorang tidak dapat melakukan suatu peribadatan untuk orang lain, pahala dari
peribadatan itu tetap bagi orang yang melakukannya bukan bagi orang lain.
Disamping itu ada juga hadis Nabi saw yang menerangkan bahwa seorang anak dapat
melaksanakan ibadah haji untuk orang tuanya atau seseorang melaksanakan haji
untuk saudaranya yang telah uzur baik karena sakit, usia tua atau telah
meninggal dunia, padahal ia sudah berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji.
Adapun
ayat-ayat al-Qur’an yang dimaksud antara lain:
a.
Surat al-Baqarah ayat 286:
...لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ...(البقرة:
286)
“Artinya:
…ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (QS.al-Baqarah (2): 286)
b.
Surat Yasin ayat 54:
فَالْيَوْمَ
لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (يس:
54)
Artinya: “Maka pada hari itu
seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun, dan kamu tidak dibalas kecuali
dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yasin (36): 54)
c.
Surat an-najm ayat 38 dan 39:
أَلَّا
تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى (38) وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
(النجم: 38-39)
Artinya: “(yaitu) bahwasanya
seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya
seseorang manusia tidak memperoleh sesuatu selain dari apa yang telah
diusahakannya.” (QS. An-Najm (53): 38-39)
Adapun hadis-hadis yang dapat dijadikan acuan
atau memberi petunjuk dibolehkannya seorang anak menunaikan ibadah haji atas
nama orang tuanya dan seseorang melaksanakan haji untuk saudaranya, diantaranya
adalah:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي
نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ
نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ
قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ اقْضُوا اللَّهَ الَّذِي لَهُ فَإِنَّ اللَّهَ
أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ (رواه البخاري)
Artinya:”
Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi saw., lalu
berkata: sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, lalu ia meninggal
dunia sebelum ia melaksanakan haji, apakah saya harus menghajikannya ? Nabi
bersabda: Ya hajikanlah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu
memiliki tanggungan hutang apakah kamu akan melunasinya, ia menjawab: Ya. Lalu
Rasulullah saw bersabda: Tunaikanlah hutang (janji) kepada Allah, karena
sesungguhnya hutang kepada Allah lebih berhak untuk dipenuhi.” (HR. al-Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ
عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ
عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra.,
apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amal perbuatannya kecuali
tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang
mendoakannya.” (HR. Muslim)
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ
خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ
فَرِيضَةُ اللَّهِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى
ظَهْرِ بَعِيرِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحُجِّي
عَنْهُ (رواه مسلم والجماعة)
Artinya: “ bahwasanya seorang
wanita dari Khas’am berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah sesungguhnya
ayahku telah tua renta, baginya ada kewajiban Allah dalam berhaji, dan dia
tidak bisa duduk tegak di atas punggung onta. Lalu Nabi saw bersabda:
hajikanlah dia.” (HR. Muslim dan Jama’ah)
جَاءَ رَجُلٌ مِنْ
خَثْعَمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ
أَبِي أَدْرَكَهُ الْإِسْلَامُ وَهُوَ شَيْخٌ كَبِيرٌ لَا يَسْتَطِيعُ رُكُوبَ
الرَّحْلِ وَالْحَجُّ مَكْتُوبٌ عَلَيْهِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ أَنْتَ
أَكْبَرُ وَلَدِهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ عَلَى أَبِيكَ دَيْنٌ
فَقَضَيْتَهُ عَنْهُ أَكَانَ ذَلِكَ يُجْزِئُ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَاحْجُجْ
عَنْهُ (رواه أحمد)
Artinya:” Seorang laki-laki dari
bani Khas’am menghadap kepada Rasulullah saw, ia berkata: Sesungguhnya ayahku
masuk Islam pada waktu ia telah tua, dia tidak dapat naik kendaraan untuk haji
yang diwajibkan, bolehkan aku menghajikannya ? Nabi saw bersabda: Apakah kamu
anak tertua, orang itu menjawab: Ya. Nabi saw bersabda: Bagaimana pendapatmu
jika ayahmu mempunyai hutang, lalu engkau membayar hutang itu untuknya, apakah
itu cukup sebagai gantinya ? orang itu menjawab: Ya. Maka Nabi saw bersabda:
Hajikanlah dia.” (HR. Ahmad)
Para ulama’ berbeda pendapat dalam memahami ayat-ayat
al-Qur’an dan hadis-hadis tersebut di atas. Ada yang berpendapat bahwa
hadis-hadis tersebut bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an. Oleh karena itu,
hadis-hadis tersebut tidak dapat diamalkan. Hadis-hadis itu zhanni sedangkan
ayat al-Qur’an qath’iy. Pendapat ini didukung oleh ulama’ Hanafiyah. Ulama’
lain seperti Ibnu Hazm berpendapat bahwa hadis Ahad mempunyai kekuatan qath’iy
sehingga dapat mengecualikan atau mengkhususkan ayat al-Qur’an. Pendapat ketiga
dikemukakan oleh ulama’ Mutakallimin khususnya ulama Syafi’iyah yang mengatakan
bahwa hadis Ahad apalagi hadis Mutawatir dapat mentakhsis atau mengecualikan
ayat-ayat al-Qur’an. Oleh karena itu, menurut mereka anak bahkan orang lain pun
dapat melaksanakan haji atas nama orang tuanya atau orang lain. Pelaksanaan haji
yang demikian ini disebut “badal haji” atau “haji amanat”.
Sejauh yang dapat difahami dari pendapat di kalangan
ulama Tarjih Muhammadiyah, hadis Ahad dapat mentakhsis ayat al-Qur’an, yakni
sebagai bayan (penjelas). Contohnya dalam masalah wakaf, Majelis Tarjih
dan Tajdid Muhammadiyah menetapkan bahwa orang yang berwakaf akan tetap
mengalir pahalanya sekalipun ia telah meninggal dunia berdasarkan hadis riwayat
imam Muslim yang menyatakan bahwa apabila anak adam meninggal dunia putuslah
amalnya kecuali tiga hal: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak
shalih yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya, sebagaimana dikutip di atas.
Hadis ini secara lahiriyah tampaknya bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an
tersebut di atas, namun hadis-hadis tersebut juga dapat diartikan sebagai takhsis
(pengkhususan) atau bayan (penjelas) terhadap ayat-ayat al-Qur’an
tersebut.
Dengan memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an dan
hadis-hadis serta keterangan di atas, maka haji bagi seseorang yang telah
memenuhi kewajiban haji tetapi tidak dapat melakukannya karena udzur
atau karena sudah meninggal dunia padahal ia sudah berniat atau bernazar untuk
menunaikan ibadah haji hanya dapat dilakukan oleh anak dan saudaranya (ahli
warisnya) pada asyhuri al-hajj (musim haji), hanya saja pengganti harus
telah berhaji terlebih dahulu, sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut ini:
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ
بْنُ إِسْمَعِيلَ الطَّالَقَانِيُّ وَهَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ الْمَعْنَى وَاحِدٌ
قَالَ إِسْحَقُ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ أَبِي عَرُوبَةَ
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَزْرَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ
لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي
قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ
عَنْ شُبْرُمَةَ (رواه أبو داود وابن ماجه)
“…dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya
Nabi saw mendengar seseorang berkata labbaik (aku datang memenuhi panggilanmu)
dari (untuk) Syubrumah. Rasulullah saw bertanya; siapakah Syubrumah itu, ia
menjawab; saudaraku atau kerabatku, lalu Rasulullah bertanya; apakah kamu sudah
berhaji untuk dirimu ? ia menjawab; belum, lalu Rasulullah saw bersabda;
berhajilah untuk dirimu (terlebih dahulu)
kemudian kamu berhaji untuk Syubrumah.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
2.
Badal Umrah
Para ulama’
sepakat bahwa umrah hukumnya sunnah, sehingga tidak ada kewajiban bagi
seseorang atau ahli waris untuk mengumrahkan orang tuanya yang sudah udzur atau
meninggal dunia. Kecuali jika orang tuanya pernah bernazar untuk melaksanakan
umrah, maka anaknya (ahli warisnya) yang memiliki kemampuan harus menunaikan
nazar kedua orang tuanya. Hal tersebut didasarkan pada hadis-hadis tersebut di
atas dan hadis berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ
اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ (رواه البخاري و الجماعة)
Artinya:”
Dari ‘Aisyah ra., dari Nabi saw bersabda: barang siapa yang bernazar untuk
mentaati Allah maka hendaknya ditaati (ditunaikan), dan barang siapa bernazar
untuk bermaksiat kepada Allah maka janganlah ia (tunaikan nazarnya) untuk
berbuat maksiat.” (HR. Bukhari dan Jama’ah)
3.
Waktu antara
umrah ke umrah berikutnya dan hukum bagi jama’ah haji yang melakukan umrah
beberapa kali saat di Makkah ?
Waktu pelaksanaan umrah tidak ditentukan secara khusus. Umrah dapat
dilakukan kapan saja, baik pada musim haji maupun di luar asyhur al-hajj
(bulan-bulan haji). Sehingga bagi orang yang memiliki kemampuan baik secara
finansial, fisik maupun transportasi dapat melakukannya “kapan saja” dengan
memperhatikan kewajiban-kewajiban yang lain baik kepada keluarga, kerabat
maupun lingkungan sosialnya, sehingga ia tidak hanya mementingkan dirinya
sendiri namun juga orang lain. Jika ia sudah berkali-kali melaksanakan umrah
dengan kemampuan materi yang dimilikinya, hendaknya ia mengajak atau memberikan
kesempatan (bantuan) kepada orang untuk melaksanakannya, dan hal tersebut tidak
akan mengurangi pahala dan kebaikan yang akan didapatkannya. Sedangkan bagi
orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan seputar pelaksanaan umrah terutama menjelang melaksanakan haji.
Sebelum menjawab substansi pertanyaan yang ketiga, perlu difahami
terlebih dahulu pengertian umrah berkali-kali bagi jama’ah haji tersebut. Bahwa
yang dimaksud dengan umrah berkali-kali menjelang ibadah haji di sini adalah
umrah yang dilaksanakan berkali-kali oleh jama’ah haji setelah mereka melakukan
umrah dalam melakukan haji tamattu’. Umrah ini dilaksanakan dalam
rangkaian ibadah haji guna mengisi waktu senggang sebelum melaksanakan ibadah
haji pada tanggal 8 Dzulhijjah. Umrah seperti ini juga disebut dengan umrah
Makkiyah, yakni umrah yang dilaksanakan oleh jama’ah haji dari luar Makkah yang
sedang berada di kota Makkah. Mereka keluar dari tanah haram seperti Tan’im dan
Ji’ranah, lalu melakukan ihram untuk umrah dari tempat tersebut.
Jama’ah haji yang melakukan umrah dari Tan’im atau Ji’ranah
tersebut berlandaskan pada adanya izin dari Nabi saw, kepada ‘Aisyah untuk
melakukan umrah dengan diantar oleh saudaranya yang bernama Abdurrahman bin Abi
Bakar. Saat itu Nabi saw beserta para sahabat akan meninggalkan Makkah menuju
Madinah seusai melaksanakan ibadah haji. Pada saat itu ‘Aisyah gelisah karena
pada waktu tiba di Makkah ia tidak dapat menyempurnakan umrahnya dengan thawaf,
karena haid. Kegelisahan ini kemudian disampaikan kepada Rasulullah saw, dengan
mengatakan bahwa orang lain bisa melakukan ibadah haji dan umrah dengan
sempurna, sedangkan ia hanya ibadah haji saja. Mendengar keluhan ‘Aisyah ini,
kemudian Nabi saw menyuruh Abdurrahman bin Abi Bakar mengantarkannya ke Tan’im
melakukan ihram untuk umrah.
...قَالَتْ فَكُنْتُ أَنَا مِمَّنْ أَهَلَّ
بِعُمْرَةٍ فَخَرَجْنَا حَتَّى قَدِمْنَا مَكَّةَ فَأَدْرَكَنِي يَوْمُ عَرَفَةَ وَأَنَا
حَائِضٌ لَمْ أَحِلَّ مِنْ عُمْرَتِي فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دَعِي عُمْرَتَكِ وَانْقُضِي رَأْسَكِ
وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي بِالْحَجِّ قَالَتْ فَفَعَلْتُ فَلَمَّا كَانَتْ لَيْلَةُ
الْحَصْبَةِ وَقَدْ قَضَى اللَّهُ حَجَّنَا أَرْسَلَ مَعِي عَبْدَ الرَّحْمَنِ
بْنَ أَبِي بَكْرٍ فَأَرْدَفَنِي وَخَرَجَ بِي إِلَى التَّنْعِيمِ فَأَهْلَلْتُ
بِعُمْرَةٍ فَقَضَى اللَّهُ حَجَّنَا وَعُمْرَتَنَا وَلَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ
هَدْيٌ وَلَا صَدَقَةٌ وَلَا صَوْمٌ.(رواه مسلم)
Artinya:….(Aisyah ra.) berkata: Aku sendiri termasuk
orang yang berniat ihram untuk umrah dan kiata semua meninggalkan Madinah
sampai datang di Makkah. Pada saat datangnya hari atau waktu Arafah saya haid,
sehingga saya tidak dapat tahallul untuk umrahku. Aku mengadu kepada nabi saw,
lalu Nabi bersabda: Tinggalkan umrahmu dan lepaskan rambutmu dan bersisirlah
kemudian niatlah ihram untuk haji. Selanjutnya Aisyah berkata: akupun
mengerjakannya, dan setelah sampai malam Hasabah (sesudah hari tasyriq) dan setelah
kami selesai ibadah haji, Nabi saw menyuruh Abdurrahman bin Abi Bakar
memboncengkan aku keluar ke Tan’im dan akupun ihram untuk umrah dan selesai.
Maka Allah telah menentukan selesai haji dan umrah kami. Dalam hal ini tidak
diperlukan membayar dam (menyembelih hewan), membayar sadaqah ataupun
berpuasa.” (HR. Muslim)
Berdasarkan
hadis di atas, jelas bahwa umrah tersebut dilakukan sesudah selesai haji dan
dalam rangka menyempurnakan umrah sebelumnya. Nabi saw tidak memberikan
tuntunan dan tidak menyuruh para sahabatnya untuk melakukan umrah berkali-kali
dalam musim haji sebelum waktu wukuf di Arafah. Oleh karena itu, umrah seperti
itu tidak perlu dilaksanakan. Amalan-amalan yang dianjurkan kepada jama’ah haji
adalah tadarrus al-Qur’an, memperbanyak do’a atau thawaf di Masjidil Haram.
Adapun melaksanakan umrah sesudah selesai melaksanakan ibadah haji boleh saja
dilakukan. Wallahu A’lam bi al Shawab. (Rf)
SAYA MENGHARGAI ANDA SEMUA DI HALAMAN INI
BalasHapusINI ADALAH CERITAKU
Saya MURNI SANTI, wanita Aa, ibu, saudara perempuan dan teman dari (Bekasi), Indonesia, saya seorang MANAJER ESTATE NYATA dan saya telah mengalami banyak tekanan keuangan baru-baru ini, tidak ada yang mau meminjam uang kepada kami untuk menyelesaikan proyek komersial kami yang telah dalam konstruksi beberapa bulan sekarang. Saya telah ditipu oleh beberapa perusahaan pinjaman palsu yang mengklaim sejumlah besar uang dari saya tanpa kami tidak menerima pinjaman.
Saya merasa frustrasi, suami saya mencoba yang terbaik dan membantu, saya akan bunuh diri karena rasa sakit, itu terlalu berat untuk ditanggung dan saya kehilangan semua harapan, sampai saya diperkenalkan kepada SEMUA PINJAMAN HUTAN GLOBAL sebuah perusahaan pinjaman yang disponsori oleh bank dunia itu sendiri.
Saya memutuskan untuk mengajukan pinjaman dan menghubungi perusahaan, petugas pinjaman mereka yang benar-benar memberi saya harapan dan mengatakan kepada saya tidak khawatir bahwa perusahaan akan meminjamkan uang kepada saya, bahkan ketika jumlah yang saya butuhkan sangat besar, dan semua yang saya bisa berikan kepada mereka persyaratan yang merupakan informasi pribadi, yang saya lakukan.
Saya telah melalui semua proses, mereka berjanji untuk meminjamkan uang yang saya minta setelah mengkonfirmasi saya memenuhi syarat untuk pinjaman, saya diminta untuk menunggu, yang paling mengejutkan adalah pinjaman dimasukkan ke dalam akun saya dan saya mengkonfirmasinya .. Kami perusahaan kembali secara finansial dan keluarga saya baik-baik saja, ini membuat hidup saya lebih baik, saya berterima kasih kepada Allah dan kepada SEMUA PINJAMAN HIBAH GLOBAL
GMAIL ..... allglobalgrantloan@gmail.com
UNTUK MENGHUBUNGI KU
Murni Santi
murnisanti55@gmail.com
Negara: Indonesia
BalasHapusWhatsApp: +62 838-3669-4853
Alamat: Surabaya
email saya: nurbrayani750@gmail.com
nama saya Nurbrayani, saya ingin bersaksi tentang pekerjaan ALLAH yang baik dalam hidup saya, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka mencari pinjaman di antara Anda? Jadi Anda harus sangat berhati-hati karena banyak pemberi pinjaman palsu ada di internet, tetapi mereka sangat asli dalam pemberi pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari pemberi pinjaman 2 kredit yang curang, saya kehilangan banyak uang karena saya sedang mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya kepada pemberi pinjaman pinjaman yang andal. Ny. Alicia Radu Saya mendapatkan pinjaman saya sebesar Rp350.000.000 dari Ny. Alicia Radu dengan sangat mudah dalam 24 jam yang saya lamar, jadi saya memutuskan untuk membagikan pekerjaan yang baik dari ALLAH melalui Bunda Alicia Radu dalam kehidupan keluarga saya.
Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, hubungi ibu Alicia Radu melalui email: (aliciaradu260@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (nurbrayani750@gmail.com)
Nomor WhatsApp saya: +62 838-3669-4853
jika Anda memerlukan informasi tentang bagaimana saya mendapat pinjaman dari Ibu Alicia Radu