Ringkasan Pengantar Materi Fikih Ibadah
RESUME MATA KULIAH AIK:
FIKIH IBADAH
(BAGIAN I)
PENGANTAR MATA KULIAH
FIKIH IBADAH
Ruslan Fariadi, S.Ag.,
M.S.I.
A. PENGERTIAN FIKIH
Menurut bahasa (etimologi),
kata fikih berasal dari bahasa Arab الفَهْمُ yang berarti paham, seperti
pernyataan “فَقَّهْتُ الدَّرْسَ” yang berarti “saya memahami
pelajaran itu”. Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:
مَنْ
يُرِدِ اللهَ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ
“Barang siapa yang
dikehendaki Allah swt.. menjadi orang yang baik di sisi-Nya, niscaya diberikan
kepadanya pemahaman yang mendalam dalam pengetahuan agama”.
Menurut para ahli fiqh
(fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang menjadi sifat bagi
perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Imam Syafii
memberikan definisi yang komprehensif,
العِلْمُ
بِالأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبِ مِنْ أَدِلَّتِهَا
التَّفْصِيْلِيَّةِ
“Pengetahuan
tentang hukum syarak yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari
dalil yang terperinci.”
Dari pengertian dan
ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa fiqih adalah pengetahuan tentang
hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf
(orang yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari
dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As
sunnah. Adapun obyek
pembahasan fiqh adalah tindakan orang-orang mukallaf, atau segala
sesuatu yang terkait dengan aktifitas orang mukallaf. Adakalanya berupa
tindakan, seperti melakukan shalat, atau meninggalkan sesuatu, seperti mencuri,
atau juga memilih, seperti makan atau minum. Yang dimaksud dengan mukallaf
adalah orang-orang baligh yang berakal, dimana segala aktifitas mereka terkait
dengan hukum-hukum syara’ (Zuhaili, 1989).
B. SUMBER HUKUM ISLAM
Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an
dan as-sunah. Sedangkan, ijtihad,
ijma’, dan qiyas merupakan metode untuk menggali hukum
dari kedua sumber tersebut yaitu Al Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
1.
Al Qur’an
Isi kandungan Al Qur’an
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum)
terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
1.
Hukum yang
berkaitan dengan masalah akidah, yaitu berkaitan dengan keimanan kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar.
2.
Hukum
yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan
Allah SWT, seperti shalat, puasa,
zakat dan haji, dan sebagainnya.
3.
Hukum yang berkaitan dengan akhlak, yakni tuntutan agar setiap muslim
memiliki sifat-sifat mulia
sekaligus menjauhi sifat-sifat tercela.
4.
Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang
mengatur hubungan dengan sesama dan alam sekitar.
2. Hadis
كل ما أثر عن الرسول صلى الله عليه وسلم
من قول أو فعل أو تقرير أو صفة أو سيرة، سواء كان ذلك قبل البعثة أم بعدها.
“Sunnah menurut
para ahli hadis: Segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah saw baik berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat maupun perjalanan hidupnya”.
Macam-Macam Sunnah:
1.
Sunnah Qauliyah (السنة
القولية): Ucapan Nabi
2.
Sunnah Fi’liyah (السنة
الفعلية): Perbuatan Nabi
3.
Sunnah Taqririyah (السنة
التقريرية): Ketetapan Nabi
4.
Sunnah Hammiyah (السنة
الهمية); Cita-cita Nabi
Fungsi
Hadis Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman
hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-Qur’an sebagai sumber
pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.
Oleh karena itu, kehadiran hadis sebagai sumber kedua untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi al-Qur’an tersebut. Bentuk penjelasan (bayan) hadits
terhadap al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.
Menguatkan sesuatu yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an
(Bayan
at-Taqrir)
2.
Menjelaskan atau merinci apa yang terdapat salam
al-Qur’an (Bayan at-Tafsir)
Memberikan
rincian terhadap ayat-ayat al-qur’an dalam beberapa bentuk:
a.
Merinci ayat
al-Qur’an yang bersifat global (mujmal): shalat, zakat dan lainnya.
b.
Memberikan batasan
(taqyid) ayat-ayat yang bersifat mutlak, seperti hadis tentang
batasan hukuman potong tangan bagi pencuri.
c.
Mengkhususkan (takhsis)
ayat-ayat yang bersifat umum, seperti larangan dalam hadis Nabi untuk saling
mewarisi dengan keluarga yang kafir.
3.
Menetapkan hukum
yang tidak terdapat dalam al-Qur’an (Bayan at-Tasyri’)
4.
Menjelaskan ayat yang dihapuskan pemberlakuan hukumnya (Bayan
an-Nasakh)
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu
masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadis, dengan
menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada
cara-cara menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat
dijadikan sumber hukum yang ketiga.
Metode Berijtihad:
1. Qiyas (analogi): Menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada
hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya
terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman
keras, seperti bir dan wiski.
2. Istihsan/Istislah: Menetapkan hukum suatu
perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang
didasarkan atas kepentingan dan kemashlahatan (kebaikan) umum.
3. Istishab: Meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan
suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
4. Maslahah mursalah: Maslahah yang sesuai
dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung
dan jelas dari maslahah itu.
5.
Al ‘Urf: Kebiasaan yang disepakati oleh segolongan
manusia yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Dan lain-lain.
C. PEMBAGIAN HUKUM ISLAM
Hukum dalam Islam ada lima yaitu:
- Wajib: Perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi
(dikerjakan), maka yang mengerjakannya akan mendapat
pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa
- Sunah: Anjuran. Jika dikerjakan dapat
pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa
- Haram: Larangan keras. Kalau
dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala.
- Makruh: Larangan yang tidak keras.
Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan
diberi pahala
- Mubah: Sesuatu yang boleh dikerjakan
dan boleh pula ditinggalkan.
D. RUANG LINGKUP FIKIH
Ilmu fiqh
membicarakan hubungan itu yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya,
alatnya dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu ialah:
1. Ibadah
Dalam bab ini
dibicarakan dan dibahas masalah masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok persoalan berikut ini:
1. Thaharah
(bersuci);
2. Shalat;
3. Shiyam
(puasa);
4. Zakat;
5. Haji
2. Ahwalusy Syakhshiyyah
Dalam bab ini
dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok persoalan pribadi (perorangan), kekeluargaan, harta warisan, yang
meliputi persoalan:
Nikah, Khithbah (melamar), dan lainnya.
3. Muamalah Madaniyah
Biasanya
disebut muamalah saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah
yang dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta kekayaan, harta milik,
harta kebutuhan, cara mendapatkan dan menggunakan, yang meliputi masalah: Buyu’ (jual-beli), Hutang-piutang, dan lainnya.
4. Mu’amalah Maliyah
Kadang-kadang
disebut Baitul mal saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas
masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta
kekayaan milik bersama, baik masyarakat kecil atau besar seperti negara
(perbendaharaan negara = baitul mal). Pembahasan di sini meliputi: kepemilikan harta benda, cara mendapatkan dan mendistribusikannya.
5. Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran
dan hukuman)
Biasanya dalam
kitab-kitab fiqh ada yang menyebut jinayah saja. Dalam bab ini di bicarakan dan
dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan
pelanggaran, kejahatan, pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan
ini meliputi: macam-macam kejahatan dan hukumannya seperti qishas, diyat, hukuman rajam
dan lainnya.
6. Murafa’ah atau Mukhashamah
Dalam bab ini
dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok persoalan peradilan dan pengadilan. Pembahasan pada bab ini meliputi:
E. FIKIH IBADAH
Pengertian Ibadah;
التقرب ألى
الله بامتثال أوامره واجتنا ب نواهيه والعمل بما أذن به الشا رع وهي عامة وخاصة
Ibadah adalah mendekatkan diri
kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Juga yang dikatakan ibadah adalah beramal dengan yang
diizinkan oleh Syari’ Allah Swt.; karena itu ibadah itu mengandung arti umum
dan arti khusus.
Ibadah dalam
arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang dilaksanakan
dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah perbuatan
yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw., meliputi Thaharah,
Shalat, Zakat, Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah, dan lain
sebagainya.
Dari dua pengertian tersebut jika digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah
ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam
ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban,
aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk
ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla Allah.
Dasar Fiqih Ibadah
Dasar ilmu
Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. As-Sunnah
Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam kajian hadis sunnah
al-Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadis Shahih dan Hadis Hasan.
Prinsip Ibadah
Adapun prinsip melaksanakan Ibadah
sebagai berikut:
1. Niat lillahi
ta’ala
2. Ikhlas
3. Tidak
menggunakan perantara (washilah)
4. Dilakukan
sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah
5. Seimbang
antara dunia akherat
6. Tidak
berlebih-lebihan (Al-A’raf/7:31)
7. Mudah (bukan
meremehkan) dan Meringankan Bukan Mempersulit
Ruang Lingkup Fikih Ibadah
Ruang lingkup ibadah pada dasarnya digolongkan
menjadi 2, yaitu:
1) Ibadah umum, artinya ibadah
yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridaan Allah. Unsur
terpenting agar dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di dunia ini agar
benar-benar bernilai ibadah adalah “niat” yang ikhlas untuk memenuhi tuntutan
agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram.
2) Ibadah khusus, artinya ibadah yang macam dan
cara pelaksanaannya ditentukan dalam syara’ (ditentukan oleh Allah dan Nabi
Muhammad SAW). Ibadah khusus ini bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal
melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntutan yang ada, tidak boleh
mengubah, menambah, dan mengurangi, seperti tuntutan bersuci (wudlu), shalat, puasa
ramadhan, ketentuan nasab zakat.
F. Tujuan Syari’at Islam:
Tujuan diciptakannya syari’at di
dalam Islam adalah untuk;
- Memelihara agama (hifzud
din)
- Meliharaan jiwa (hifzun
nufus)
- Memelihara akal (hifzul aql)
- Memelihara keturunan (hifzun
nasl)
- Memelihara harta (hifzul
mal)
- Memelihara kehormatan (hifzul
irdh)
- Mmelihara lingkungan (hifzul
bi’ah)
(BAGIAN II)
FIKIH THAHARAH (HUKUM BERSUCI)
A. Urgensi Tharah (Pentingnya Bersuci)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ
قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ .....(رواه الجماعة)
“Tidak diterima Shalat (seseorang) tanpa bersuci (thaharah)”
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ (رواه البخاري)
مِ““Tidak diterima shalat (seseorang) yang
berhadas, sehingga ia berwudlu’
”Dan
Kami berwudhu’ lalu kami hanya mengusap kaki-kaki kami, kemudian (Rasulullah)
menyeru kami dengan suara yang keras “celaka bagi tumit (letaknya) dari api
neraka”, dua atau tiga kali.”
B. Fakrtor Penyebab Taharah
1.
Berhadas
kecil / berhadas besar
2.
Terkena
Najis
C. Cara-Cara Bersuci (Thaharah)
1.
Berwudhu
Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu’:
1)
Keluar sesuatu dari qubul dan dubur
2)
Tidur nyenyak dalam keadaan
berbaring (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi)
3)
Menyentuh kemaluan tanpa
alas/pembatas (HR. Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad)
4)
Hilang akal, seperti: Gila, pingsan
atau mabuk
5)
Melakukan hubungan suami-istri (QS.Al-Ma’idah:6. Menurut Ibnu Abbas dan
dikuatkan oleh beberapa hadits Nabi)
2.
Tayammum
a.
Hal-Hal yang menyebabkan bolehnya bertayammum:
1)
Tidak ada air suci
2)
Sakit yang serius
3)
Air tidak mencukupi untuk thaharah
4)
Musafir (dalam perjalanan)
5)
Ada air namun membahayakan karena terkontaminasi bakteri berbahaya
6)
Dan lain-lain
b.
Tata cara Tayammum:
1)
Mengucapkan bismillah sambil
meletakkan kedua telapak tangan di tanah (di tempat berdebu) kemudian meniup
debu yang menempel di kedua telapak tangan.
2)
Mengusapkan kedua telapak tangan
ke wajah, kemudian langsung mengusap telapak tangan kanan hingga pegelangan
lalu yang kiri dengan cara yang sama, masing-masing satu kali.
c.
Hal-Hal yang membatalkan Tayamum:
1)
Semua hal yang membatalkan wudlu’
2)
Menemukan air suci sebelum
mengerjakan shalat (HR. Bukhari)
3.
Mandi Janabah (Guslu al Janabah)
a.
Hal-Hal yang menyebabkan madi Janabah:
1)
Bertemunya dua persunatan
(melakukan hubungan kelamin)
2)
Keluarnya air mani/sperma (mimpi
atau lainnya)
3)
Selesai dari haid dan nifas
b.
Tata Cara Mandi Janabah:
1-
Niat ikhlas karena Allah
2-
Mencuci kedua tangan
3-
Membasuh kemaluan
4-
Berwudlu secara sempurna (wudlu asghar: seperti wudlu untuk shalat)
5-
Mengambil air lalu memasukkan jari-jari ke pangkal rambut (keramas dengan
menggunakan wangi-wangian: shampo/sabun)
6-
Menuangkan air ke kepala hingga rata di badan dengan memulai dari sisi
sebelah kanan
7-
Membasuh kaki dengan mendahulukan yang kanan
4.
Membasuh
(al-Guslu): membersihkan pakaian, badan, sarana prasarana
maupun alat rumah tangga dari terkena najis dengan menggunakan air bersih.
5.
Istinja’ : Membersihkan diri setelah
membuang hajat (BAB/BAK) dengan menggunakan air.
6.
Istijmar: Membersihkan diri setelah
membuang hajat (BAB/BAK) dengan menggunakan benda selain air, seperti kayu,
batu, tissu, dan benda bersih lainnya, dan tidak boleh menggunakan tulang dan
benda najis lainnya.
BAGIAN III
FIKIH SHALAT (HUKUM) TATA CARA SHALAT
A. Prinsip-prnsip Dasar Shalat
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ (رواه مسلم)
“Barang
siapa yang melakukan suatu amalan, tanpa adanya perintah dari kami, maka amalan
tersebut tertolak”
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِى أُصَلِّى (رواه البخاري)
“Shalatlah kamu sebagaimana engkau melihat (cara) shalatku”.
اَلأَصْلُ
فِى الْعِبَادَةِ اَلْبَطْلاَنُ/اَلتَّحْرِيْمُ
“Pada
dasarnya dalam (masalah) Ibadah itu haram dilaksanakan (kecuali jika ada
perintah tentang hal tersebut)”
B. Syarat Sahnya Shalat:
Suci dari Hadas dan
Najis:
Berdasarkan hadits
dari Ali r.a:
قالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الْوُضُوءُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا
التَّسْلِيمُ
“Rasulullah s.a.w. bersabda:”Kunci Shalat itu wudlu,
permulaannya takbir dan penghabisannya salam”. (R. Ahmad, kitab Musnad: 1019.
Hadits yang semakna dengan hadits riwayat Ahmad, juga diriwayatkan oleh Abu
Dawud (At Thaharah: 56) dan Tirmidzi (At-Thaharah anir Rasul: 3) yang juga banyak
diriwayatkan oleh para perawi yang lain, teks haditnya sebagai berikut:
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ
وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
Menurut
Tirmidzi hadits tersebut adalah hadits yang paling shahih dan paling baik dalam
masalah ini (Nailul Aithaar, juz I hal. 263), sedangkan menurut Bukhari hadits
tersebut bernilai Hasan (Tuhfadzul Ahwadzi, juz I hal. 153).
C. Kiat Menggapai Kekhusyu’an dalam Shalat:
1. Memahami hakekat shalat
2. Mengerjakan atas dasar keimanan dan keikhlasan (Kisah Ali bin Abi Thalib)
3. Mempelajari Fikih Shalat
4. Memulai shalat dengan penuh kemantapan
5. Menghayati setiap gerakan shalat Gerakan sebagai bagian dari ibadah
mahdhah
6. Menghayati dan memahami setiap bacaan shalat
SAYA MENGHARGAI ANDA SEMUA DI HALAMAN INI
BalasHapusINI ADALAH CERITAKU
Saya MURNI SANTI, wanita Aa, ibu, saudara perempuan dan teman dari (Bekasi), Indonesia, saya seorang MANAJER ESTATE NYATA dan saya telah mengalami banyak tekanan keuangan baru-baru ini, tidak ada yang mau meminjam uang kepada kami untuk menyelesaikan proyek komersial kami yang telah dalam konstruksi beberapa bulan sekarang. Saya telah ditipu oleh beberapa perusahaan pinjaman palsu yang mengklaim sejumlah besar uang dari saya tanpa kami tidak menerima pinjaman.
Saya merasa frustrasi, suami saya mencoba yang terbaik dan membantu, saya akan bunuh diri karena rasa sakit, itu terlalu berat untuk ditanggung dan saya kehilangan semua harapan, sampai saya diperkenalkan kepada SEMUA PINJAMAN HUTAN GLOBAL sebuah perusahaan pinjaman yang disponsori oleh bank dunia itu sendiri.
Saya memutuskan untuk mengajukan pinjaman dan menghubungi perusahaan, petugas pinjaman mereka yang benar-benar memberi saya harapan dan mengatakan kepada saya tidak khawatir bahwa perusahaan akan meminjamkan uang kepada saya, bahkan ketika jumlah yang saya butuhkan sangat besar, dan semua yang saya bisa berikan kepada mereka persyaratan yang merupakan informasi pribadi, yang saya lakukan.
Saya telah melalui semua proses, mereka berjanji untuk meminjamkan uang yang saya minta setelah mengkonfirmasi saya memenuhi syarat untuk pinjaman, saya diminta untuk menunggu, yang paling mengejutkan adalah pinjaman dimasukkan ke dalam akun saya dan saya mengkonfirmasinya .. Kami perusahaan kembali secara finansial dan keluarga saya baik-baik saja, ini membuat hidup saya lebih baik, saya berterima kasih kepada Allah dan kepada SEMUA PINJAMAN HIBAH GLOBAL
GMAIL ..... allglobalgrantloan@gmail.com
UNTUK MENGHUBUNGI KU
Murni Santi
murnisanti55@gmail.com
ini untuk bukunya terbit dimana dan tahun berapa ya? mau saya cantumkan buat referensi tugas saya
BalasHapusBukunya terbit dimana dan tahun berapa?
BalasHapus