SIKAP REMAJA MUSLIM TERHADAP PERAYAAN VALENTINE'S DAY
BAGAIMANA
REMAJA MUSLIM MENSIKAPI PERAYAAN
“VALENTINE’S
DAY”
Oleh: Ruslan fariadi
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: من تشبه بقوم فهو منهم (رواه أبو داود)
“Rasulullah saw
bersabda: Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia menjadi bagian dari
mereka” (HR. Abu Dawud)
Tanggal 14 pebruari biasanya
dirayakan oleh kaula muda kristiani di seluruh dunia sebagai hari Valentine
(hari kasih sayang). Dengan berlabelkan cinta, hari kasih sayang (Valentine’s
Day) semakin membudaya di dunia termasuk di Indonesia.
Sejarah Valentine’s Day
Ada beberapa versi yang diungkapkan
oleh para ahli sejarah Tentang asbabul wurud (asal muasal) Valentine’s
Day ini, yaitu:
Pertama: Beberapa ahli sejarah mengatakan
bahwa Valentine’s Day berasal dari seorang yang bernama Saint (Santo)
Valentine seorang yang dianggap suci oleh kalangan kristen. Dia terbunuh
di tangan kaisar Romawi pada tanggal 14 pebruari 269 M, sebagai martir karena
menolak meninggalkan agama nasrani. Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa
sebelum terbunuh, Saint Valentine meninggalkan satu catatan selamat
tinggal pada seorang gadis anak sipir penjara yang menjadi temannya. Dalam
cerita itu ia menuliskan tanda tangan yang berbunyi “Love From Your
Valintine”.
Kedua: Versi kedua menyebutkan bahwa St.
Valentine (200 M – 270 M) mengabdikan dirinya sebagai Bishop
(pendeta) di Roma pada masa pemerintahan kaisar Claudius II. Kaisar Claudius
II kemudian memenjarakannya karena dia menentang kaisar. Penentangan ini
bermula pada saat kaisar berambisi untuk membentuk tentara dalam jumlah yang
besar, dia berharap semua kaum laki-laki bergabung secara suka rela untuk
menjadi tentara. Namun banyak yang tidak mau untuk terjun ke medan perang,
karena mereka tidak mau meninggalkan sanak familinya.
Peristiwa ini membuat kaisar naik pitam,
kemudian ia menggagas “ide gila”. Dia berasumsi bahwa jika laki-laki tidak
menikah, maka mereka dengan tidak berat hati akan bergabung menjadi tentara,
sehingga ia melarang setiap laki-laki untuk menikah. Kalangan remaja menganggab
bahwa ini adalah hukum biadab, St. Valentine juga tidak mendukung
ide gila ini. Sebagai pendeta ia bertugas menikahkan laki-laki dan perempuan,
bahkan setelah pemberlakuan hukum oleh kaisar dia tetap melakukan tugasnya ini
secara rahasia. Perkawinan secara diam-diam inilah yang menyeret dirinya ke
dalam penjara dan akhirnya dijatuhi hukuman mati dengan cara dipenggal lehernya
di Palantine Hill (Bukit Palantine) dekat Altar Juno.
Walaupun demikian dia selalu bersikap
ceria sehingga membuat beberapa orang simpati dan datang menemuinya di dalam
penjara. Mereka menaburkan bunga dan catatan-catatan kecil di jendela penjara.
Mereka ingin dia tahu bahwa mereka juga percaya tentang cintanya, termasuk
diantaranya adalah seorang putri sipir penjara. Di saat menjelang kematiannya,
dia menulis catatan kecil yang berbunyi “Love From Your Valentine”,
dan pada tahun 496 M Paus Gelasius menseting tanggal 14 pebruari sebagai
tanggal penghormatan buat Saint Valentine. Akhirnya secara gradual
14 pebruari menjadi tanggal saling tukar menukar pesan kasih dan Saint
Valentine menjadi patron dari para penabur kasih tersebut.
Ketiga: Versi yang hampir sama mengatakan
bahwa St. Valentine ini adalah seorang Bishop (pendeta) di Terni,
satu tempat sekitar 60 mil dari Roma. Ia dikejar-kejar karena mempengaruhi
beberapa keluarga Romawi dan memasukkan mereka ke dalam agama kresten. Kemudian
ia dipancung di Roma sekitar tahun 273 M. Sebelum dipenggal, Bishop
(pendeta) itu mengirim surat kepada putri penjaga penjara dengan mendo’akan
semoga bisa melihat dan mendapat kasih sayang Tuhan dan kasih sayang manusia. “Dari
Valentinemu” demikian tulis Valentine pada akhir suratnya itu. Surat
itu tertanggal 14 pebruari 270 M, sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai Valentine’s
Day atau hari kasih sayang.
Keempat: Versi yang lain mengatakan bahwa
perayaan ini awalnya dilakukan oleh bangsa Romawi untuk memperingati hari besar
mereka yang jatuh setiap tanggal 15 pebruari, yang mereka namakan Lupercalia.
Peringatan ini dirayakan untuk menghormati Juno (Tuhan Wanita) dan perkawinan,
serta Pan (Tuhan dari alam ini). Pada saat itu digambarkan orang-orang
muda laki-laki dan wanita memilih pasangannya masing-masing dengan menuliskan
nama atau mengundi nama-nama dari orang yang dinginkannya, kemudian pasangan
ini saling bertukar hadiah sebagai pernyataan cinta kasih. Acara ini
dilanjutkan dengan berbagai pesta dan hura-hura bersama pasangan masing-masing.
Setelah penyebaran agama kristen,
para pemuka gereja mencoba memberikan nilai ajaran kristen terhadap para pemuja
berhala itu. Pada tahun 496 M, Paus Gelasius (Pope Gelasius)
mengganti peringatan Lupercalia itu menjadi Saint
Valentine’s Day, yaitu hari kasih sayang untuk orang-orang suci.
Bagaiman Remaja Muslim Mensikapi Valentine’s Day
Saat ini banyak para ABG
muslim (baik laki-laki maupun wanita) terkena penyakit ikut-ikutan (taqlid)
pada budaya barat atau nasrani, termasuk pula dalam hal perayaan hari Valentine,
yang pada dasarnya adalah mengenang kembali pendeta St. Valentine dan
merupakan salah satu dari sekian macam hari raya kaum nasrani. Padahal sebagai
agama pamungkas, Islam telah melakukan beberapa koreksi terhadap berbagai
penyelewengan yang terjadi dalam agama kristen dan agama Yahudi. Islam
mengharuskan pemeluknya untuk membentengi diri dari semua budaya yang datang dari
luar. Kaum muslimin harus memiliki budaya dan identitas sendiri yang bersumber
pada norma dan ajaran agamanya.
Setelah mengetahui bahwa Valentine’s Day
sama sekali tidak memiliki kaitan
sejarah dengan Islam, maka menjadi tugas semua remaja Islam untuk menghindari
dan tidak ikutan dalam sebuah budaya yang tidak bersumber dari ajarannya. Valentine’s
Day bukanlah simbol dan identitas remaja muslim, karena ia merupakan
hari raya kalangan remaja kristen. Ada satu hadits yang sangat terkenal yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barang
siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia menjadi bagian dari mereka”
(HR. Abu Dawud). Hadits ini mengisyaratkan bahwa meniru budaya religi
orang lain yang tidak sesuai dengan tradisi Islam, memiliki resiko yang
demikian tinggi sehingga orang tersebut dianggap sebagai bagian dari orang yang
ditiru.
Banyak contoh yang bisa dikemukakan dari kontra-kultural
yang dilakukan Rasulullah saw untuk mengokohkan identitas umatnya. Saat
Rasulullah saw datang ke Madinah beliau melihat penduduk madinah bersuka ria
dalam dua hari. Kemudian Rasulullah saw bertanya; hari apa dua hari itu ? Para
sahabat menjawab: Dua hari tadi adalah hari dimana kami bermain-main dan
bersuka cita di masa jahiliyah. Lalu Rasulullah saw menjawab: Sesungguhnya
Allah swt telah mengganti dua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi
kalian, yaitu ‘Idul adha dan ‘Idul fithri. Allah tidak
menghendaki kaum muslimin menjadi “buntut” budaya lain yang berbenturan
nilai-nilainya dengan ajaran Islam. Peringatan tersebut membersitkan pencerahan
bagi orang Islam bahwa Islam dengan ajarannya yang universal harus
dijajakan dengan rajin pada dunia dengan cara yang benar agar Islam kembali
menjadi imam peradaban dunia.
Apa
yang menimpa remaja muslim saat ini merupakan dampak dari keruntuhan peradaban
Islam yang sejak lama berlangsung. Remaja muslim masa kini buta terhadap agama
dan peradabannya sendiri, sehingga menjadikan mereka terseret arus besar
peradaban dunia yang serba permisif, hedonis dan materialistik.
Lumpuhnya pertahanan mereka terhadap gencarnya serangan budaya lain yang terus
menggelembung menjadikan mereka harus takluk dan menjadi “budak” budaya lain.
Maka sudah saatnya bagi remaja muslim untuk memacu diri melakukan gerilya besar
dengan mengusung nilai-nilai Islam sehingga dia mampu mengendalikan diri untuk
tidak terpancing apalagi larut dengan budaya religi pihak lain.
Generasi
muda muslim hendaknya mampu membangun benteng-benteng diri yang sulit ditembus
oleh gempuran-gempuran perang pemikiran (Gazwul Fikri) yang setiap kali
akan mengoyak-ngoyak benteng pertahanan imannya. Perlawanan budaya ini akan
bisa dilakukan jika remaja muslim mampu mendekatkan dirinya dengan poros ajaran
Islam dan mampu melakukan internalisasi diktum-diktum itu ke
dalam kalbu dan sekaligus terkejawantahkan ke dalam aksi. Remaja muslim yang
mampu menjadikan imannya “hidup” akan mampu bergumul dan bahkan memenangkan
pertarungan yang sangat berat di hadapannya. Remaja muslim yang dengan setia
menjadikan al-Qur’an dan hadits Nabi sebagai panduan hidupnya akan mampu
menjadi seorang muslim tahan banting dan imun terhadap virus budaya
global yang mengancam identitasnya. Seorang remaja muslim yang menjadi the
living qur’an akan mampu melakukan kontra aksi terhadap semua tantangan
yang dihadapinya.
Jika
dianalisa, ada beberapa alasan kenapa remaja Muslim ikut-ikutan merayakan acara
ini:
- Remaja
muslim tidak tahu latar belakang sejarah Valentine’s Day,
sehingga mereka tidak merasa risih untuk mengikutinya. Dengan kata lain,
remaja muslim banyak yang memiliki kesadaran sejarah yang rendah.
- Adanya
anggapan bahwa Valentine’s Day sama sekali tidak memiliki
muatan agama dan hanya bersifat budaya global yang mau tidak mau harus
diserap oleh siapa saja yang hidup di dunia ini.
- Keroposnya
benteng pertahanan relijius remaja muslim sehingga tidak mampu lagi
menyaring budaya dan peradaban yang seharusnya mereka “lawan” dengan
tegas.
- Adanya
perasaan loss of identity kalangan remaja muslim sehingga mereka
mencari identitas lain sebagai pemuas keinginan mendapat identitas global.
- Hanya
mengikuti trend yang berkembang agar tidak disebut ketinggalan zaman.
- Adanya
pergaulan bebas yang kian tak terbendung dan terjadinya de-sakralisasi
seks yang semakin ganas.
Hukum Melaksanakan Valentine’s Day
Mufti
Arab Saudi Syekh Abdul Aziz Al Syeikh dan juga Dahlan Basri Ath
Thahiri (Ketua ikatan Masjid Indonesia pusat) memberikan fatwa dengan tegas
tentang keharaman mengikuti atau menyelenggarakan acara Valentine’s Day
dalam bentuk apapun juga demi menjaga kemurnian akidah. Bahkan Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan; “Memberi selamat atas acara ritual orang
kafir telah disepakati keharamannya oleh para ulama’”.
Pada prinsipnya Valentine’s Day perlu
difahami secara mendalam terutama dari kaca mata agama, karena kehidupan ini
tidak dapat lepas dari agama (Islam). Berikut ini beberapa argumentasi yang
dikemukakan tentang perlunya menolak hal tersebut:
Pertama:
Sumber asas Valentine’s Day jelas-jelas berdasarkan kepada pesta jamuan
“Supercalis” bangsa Romawi kuno, dimana setelah mereka masuk agama
kristen lalu dirubah menjadi “acara keagamaan” yang dikaitkan dengan kematian St.
Valentine. Padahal Islam melarang umatnya untuk meniru atau mengikuti
tradisi keagamaan mereka (QS. 2: 120). Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka”. (HR. Abu
Dawud dan Ibnu Hibban).
Banyak
orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa
menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat
kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufurannya, maka ia
telah menyiapkan diri untuk mendapatkan murka Allah swt. Abu Waqid ra
meriwayatkan: Rasulullah saw saat keluar menuju perang khaibar, beliau
melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang disebut dengan Dzaatu
Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di
pohon tersebut (Persis seperti pohon natal). Para sahabat berkata: Wahai
Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana
mereka memiliki Dzaatu Anwaath. Lalu Rasulullah saw
bersabda: Maha suci Allah, ini seperti yang diucapkan oleh kaum Nabi Musa as;
”Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan”. Demi zat
yang jiwaku dalam genggaman-Nya sesungguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan
orang-orang yang ada sebelum kalian”. (HR. Tirmidzi)
Bahkan
dalam hadits yang lain secara tegas disabdakan oleh Rasulullah saw: ”Tidak
akan kiamat sebelum umatku mengikuti apa-apa yang dilakukan bangsa-bangsa
terdahulu selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta. Para sahabat
bertanya; Ya Rasulullah apakah yang dimaksud tersebut adalah bangsa-bangsa
Yahudi dan Nasharani? Rasulullah saw
menjawab siapa lagi (kalau bukan mereka)”. (HR. Bukhari)
Kedua:
Tujuan mengungkapkan rasa kasih sayang di persada bumi adalah baik, tetapi
bukan untuk satu menit, sehari atau setahun, dan bukan pula kita harus
berkiblat kepada Valentine – seolah-olah meninggikan ajaran lain di atas
ajaran Islam. Syariat Islam memerintahkan umatnya untuk berkasih sayang dan
menjalin persaudaraan yang abadi di bawah naungan Allah swt yang maha pengasih
dan penyayang. Bahkan Rasulullah saw bersabda: “Tidak (sempurna) iman salah
seorang diantara kamu sekalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri”. Apalagi Valentine’s Day
seringkali dirayakan karena trend-nya dan bukan karena maknanya,
sehingga kasih sayang-pun diartikan hanya dengan bercinta-cintaan sepasang
kekasih.
Ketiga: Secara operasional biasanya Valentine’s Day diadakan
dalam bentuk pesta pora dan hura-hura, ikhtilat (percampuran) lawan
jenis yang bukan mahramnya dan berbagai bentuk perbuatan yang dilarang oleh
Islam. (* Dari berbagai sumber)
Leave a Comment