Pendekatan Terhadap Islam dalam Studi-Studi Agama Perspektif Richard C. Martin
A. Pendahuluan
Dalam studi agama dikenal beberapa terminologi yaitu religious studies,
comparatif study of religion dan history of religions. Istilah-istilah
tersebut menuntut adanya sikap kritis-historis-komparatif dalam melakukan
pengkajian. Namun dalam realitasnya, masyarakat luas maupun masyarakat akademik
masih lebih terbebani dengan misi keagamaan yang bersifat memihak, subjektif,
dan romantis, sehingga kadar kekritisan – terutama dalam menelaah teks-teks
atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah tertentu terdahulu tidak begitu
tampak ditonjolkan.[1]
Bahkan Dr. Ali Harb dalam bukunya “Nalar Kritis Islam Kontemporer” mengatakan;
makna tidak memiliki kekayaan apa-apa dalam bahasan dan perenungannya tanpa
adanya bantuan pemikiran yang bersumber dari teori-teori dan penemuan-penemuan
ilmiah.[2]
Hal ini terjadi, tentu tidak lepas dari paradigma seseorang dalam memandang
dan berinteraksi dengan teks-teks ajaran agama. Jika dikemukakan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan akademis, maka
faktor tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: Pertama;
bagaimana hubungan yang pas antara sifat keilmiahan di satu pihak dan Islam
sebagai pandangan hidup yang diangkat sebagai objek studi di lain pihak. Kedua;
apakah Islam perlu dikaji secara ilmiah dan bukankah hanya untuk diamalkan
saja?. Ketiga; apakah mengkaji Islam hanya untuk maksud memuaskan
kehausan intlektual, ataukah Islam memang aturannya tidak perlu dikaji namun
hanya cukup untuk diamalkan?. Keempat; mana yang lebih tepat, menjadikan
Islam sebagai objek kajian ilmiah ataukah cukup menjadikannya sebagai pedoman
hidup yang ghairu qabilin li al-taghyir wa al-niqas?[3]
Sebagian dari pertanyaan-pertanyaan tersebut telah dijawab oleh Prof. Dr.
Amin Abdullah. Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut hanyalah berakar pada
kesulitan seorang agamawan yang baik, tulus, dan committed untuk dapat
membedakan secara “clear and distinct” (jernih) antara dimensi normativitas
dan historisitas keberagaman manusia, terlebih lagi keberagaman Islam.
Jawaban lainnya dikemukakan oleh Prof. M. Arkoun, bahwa hal tersebut karena
adanya proses “taqdis al-afkar al-diny” (pensakralan pemikiran
keagamaan), sehingga ghairu qabilin li al-niqas. Proses ini yang disebut
juga oleh Prof. Fazlur Rahman sebagai proses ortodoksi.[4]
Selain istilah-istilah tersebut di atas, dalam kajian khusus agama Islam
dikenal dengan Islamic Studies. Perkembangan
Islamic studies dalam dua dasawarsa
terakhir mengalami perkembangan cukup signifikan, dengan berbagai macam alasannya.
Berbagai peristiwa di dunia Islam, baik di Timur Tengah maupun dunia Islam lainnya mendorong sejumlah sarjana di
Amerika dan Eropa mempelajari dan menjadikan Islam sebagai objek penelitian akademis. Begitu juga bagi masyarakat
muslim sendiri, realitas keilmuan
menuntut umat Islam dan lembaga-lembaga pendidikan Islam menyadari dengan
sungguh-sungguh terkait peran dan eksistensinya merespon problem-problem
keagamaan. Oleh karena itu diperlukan studi-studi
yang mendalam tentang Islam.
Karena selama ini Islam cenderung dipahami dalam
pengertian historis
dan doktriner.[5]
Kajian akademik
terhadap Islam
dalam diskursus kontemporer mengadaptasi
metodologi dan epistemologi yang telah lama berkembang di
Barat.
Adaptasi terhadap metodologi keilmuan Barat (diyakini)
menjadi
sebuah keniscayaan sebagai perspektif dalam memandang Islam, dengan menggunakan perangkat paradigma, pendekatan dan metode yang terakumulasi dinamis dalam
perkembangan ilmu pengetahuan tentang Islam. Hanya saja, perkembangan studi Islam bagi para ilmuan
studi agama-agama masih terkotak-kotak berdasarkan perspektif yang dibangun. Sehingga
pengajaran Islamic Studies terkesan
menjadi dangkal, rentan terhadap konflik, tidak mendalam dan tidak
komprehensif.[6] Pandangan
sejarawan agama-agama, ilmuwan sosial, ataupun penganut Islam sendiri mengalami
perbedaan yang cukup rumit. Para Islamis
ataupun ahli agama terkadang mengalami kebuntuan ketika mendekati agama dari
perspektif masing-masing. Belum lagi, Islamic
Studies dari perspektif penganut, ada yang menganggap studi terhadap Islam
telah baku sehingga tidak perlu lagi diperdebatkan (ghairu qabilin li
al-taghyir wa al-niqas).
Richard C. Martin mencoba menawarkan berbagai pendekatan terhadap Islam
dalam buku yang di suntingnya Approaches to Islam in religious studies. Buku
ini mencoba mengupas tentang pandangan beliau terhadap studi Islam.
B. Biografi Singkat
Richard C. Martin
Richard C. Martin
merupakan Professor Emiritus bidang agama di Departemen Agama Emory University,
Atlanta Georgia sejak tahun 1996-1999,
dan menjadi guru besar sejak tahun 2012 di universitas tersebut. Beliau juga menjabat di beberapa dewan akademis nasional
dan komite, seperti Komite Eksekutif Pusat Penelitan Amerika di Mesir, menjadi
dosen di Amerika Serikat, Eropa, Afrika Selatan dan Asia Tengara terkait dengan
Islam dan Sejarah Agama. Bahkan beliau juga pernah tinggal dan melakukan
penelitian di Mesir dan di beberapa negara Muslim, serta terlibat dalam proyek
kerjasama dengan ulama Muslim.[7]
Pada musim panas tahun 2012, beliau menjadi Editor dari Review of Middle East Studies dan
anggota dari Dewan Editor Middle East
Studies Association. Pada tahun yang sama beliau juga bergabung di Faculty of Virginia Tech University
sebagai Dosen tamu di Departemen Agama dan Budaya dan mengajar kursus paruh
waktu Islamic Studies sembari menulis buku teks baru untuk Wadsworth
Publishing, Islamic Studies: A
Twentieth Century Introduction.[8]
Adapun bidang keahlian beliau meliputi Studi Islam (Islamic studies), studi perbandingan agama serta agama dan konflik.
Ia mendalami beberapa bidang keilmuan. Gelar BA nya diperoleh di Montana State
University dalam bidang filsafat tahun 1960, gelar B.D diperoleh di University
of Dubuque dengan fokus kajian pada bahasa injil (biblical languange) tahun 1963, mendapat gelar Magister Theology
(Th.M) dalam bidang teologi kontemporer (contomporary
theology) di Princeton Theological Seminary pada tahun 1966, selanjutnya
gelar Ph.D di dapat di New
York University dalam bidang bahasa dan literatur timur dekat (Near Eastern Language and Literaturs)
tahun 1975. Sedangkan riwayat
pendidikan lain, tahun 1967-1970, di Princeton Thological Seminary, dalam
bidang sejarah agama dan studi islam (History
of Religion and Islamic Studies). dan juga, sarjana peneliti dengan Josef
Van Ess dalam bidang teologi Islam dan teks-teks mistik (islamic theological and mystical texts) di Universitat Tubingen,
Jerman Barat.[9]
Beberapa karyanya Richard C. Martin diantaranya adalah Editor tamu, Islam in Local Contexts, dalam Contributions to Asian Studies 17 (E.J.
Brill, 1982), Islam: A Cultural
Perspective (Prentice-Hall, 1982), Approach
to Islam in Religious Studies (Tucson, 1985), Islamic Studies: A History of Religions Approach (Prentice-Hall,
1996) dan Defenders of Reason in Islam:
Mu'tazilism from Medieval School to Modern Symbol (Oneworld, 1997). Dia
adalah Co-Editor bersama John Witte dari buku Sharing the Book: Religious Perspectives on the Rights and Wrongs of
Proselytism (Orbis Books, 1999). Dia juga co-editor dengan Abbas Barzegar, Islamism: Contested Perspective on Political
Islam (Stanford University Press, 2009),[10][4] co-editor bersama Carl Ernst, Rethinking Islamic Studies: From Orientalism
to Cosmopolitanism (Columbia: University Of South Carolina University
Press, 2010).[11]
C. Pendekatan Studi
Islam Richard C. Martin
Membahas pemikiran Richard C. Martin tentang pendekatan terhadap Islam, tentu
tidak lepas dari buku suntingannya Approach
to Islam in Religious Studies. Di awal bab dari buku suntingannya, Richard
C. Martin menjelaskan tentang Islam dan posisinya dalam studi agama. Menurutnya
bahwa Islam hendaknya mendapat perhatian besar dalam studi agama, lebih
disebabkan oleh perkembangan dan dampak global penduduk muslim dunia. Pemahaman
tentang Islam sebagai agama dan pemahaman tentang agama dari sudut pandang
Islam merupakan persoalan yang perlu dielaborasi dalam pembahasan dan diskusi
para sarjana bidang studi agama. Martin ingin membuka kemungkinan kontak dan
pertemuan langsung antara tradisi berpikir keilmuan dalam Islamic Studies secara tradisional (kajian Turats) dan
tradisi berpikir keilmuan dalam religious studies kontemporer yang telah
menggunakan perangkat teori, metodologi dan pendekatan yang digunakan oleh
ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang berkembang sekitar abad ke-18 dan 19.[12] Semangat yang
beliau kembangkan ini – menurut hemat penulis, sepertinya tidak jauh berbeda
dengan semangat yang telah diletakkan oleh para tokoh Islam sebelumnya dengan
merumuskan satu kaidah;
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد
الأصلح
“Melestarikan (peninggalan) masa lalu yang masih
relevan dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.”
Buku ini merupakan kumpulan esai yang dipersiapkan oleh para sarjana
ilmu-ilmu sosial yang ingin memperbaiki kualitas dalam memahami Islam pada
tingkat penelitian, kurikulum, dan buku teks di perguruan tinggi. Oleh karena
itu, buku ini menyajikan pembahasan yang sangat dibutuhkan mengenai studi agama
Islam, dan buku ini pada dasarnya ditujukan untuk para pengajar dan mahasiswa
studi agama.[13]
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Charles J. Adam, bahwa buku tersebut
merupakan suntingan dari hasil simposium internasional tentang “Islam dan
sejarah Agama-agama” yang diselenggarakan oleh Departement of Religious Studies pada Arizona State University,
Temple, Januari 1980. Menurut Charles J. Adam, agenda simposium tersebut, tidak
hanya memperhatikan persoalan metode dan pendekatan terhadap bidang studi Islam
secara abstrak, tetapi juga memberi perhatian pada spek-aspek khusus tradisi
Islam dan penggunaan beberapa wawasan teoritis dan kekayaan metodologis ilmu
agama untuk menjelaskan wilayah kajian Islamic
Studies. Adam berkesimpulan bahwa buku tersebut melampaui capaian simposium
dengan menyajikan esai-esai bermutu tentang topik dan persoalan yang pertama
kali diangkat dalam simposium di hadapan para pakar, pengkaji dan publik umum.
Keunggulan lain dari buku ini adalah, di dalamnya menjelaskan dan memahami
secara lebih baik data keagamaan dari tradisi Islam dalam konteks studi agama yang
pada umumnya menghendaki survei singkat terhadap perkembangan dalam displin
sejarah agama-agama selama abad yang lalu.[14] Namun
demikian, Adam juga mengakui kelemahan dari esai-esai dalam buku ini sebagai
suatu kesaksian yang masih parsial tetapi dapat mengisi kesenjangan antara
sejarah agama dengan sejarah Islam.[15]
Sebagai sebuah karya yang dipersiapkan untuk insan akademik, buku tersebut
sarat dengan muatan metodologi. Dalam buku tersebut Martin mencoba menunjukkan
bahwa entitas historis Islam dengan segala variabel bisa dan telah di dekati
dengan berbagai pendekatan, di luar pendekatan “sakral” teologis yang sudah
mentradisi sebelumnya. Dengan kelebihan dan kekurangan setiap pendekatan yang
di tampilkan Martin, setidaknya telah terbaca bahwa studi Islam tidak hanya
menampilkan wajah dogmatis yang tegas, tetapi juga mempunyai sisi-sisi historis
yang empiris-objektif sekaligus sosial dan juga kritis. Dengan demikian dapat
terjadi kemungkinan diversifikasi pendekatan yang mungkin dilakukan oleh para
pengkaji Islam, berbagai pendekatan yang ditawarkan tampaknya perlu di
tuntaskan dengan dua wawasan baru, yaitu kemungkinan kajian interdisipliner
dan multidisipliner yang memanfaatkan multi-pendekatan sebagai epistemologi
dan metodologi kajian islam, serta penegasan ontologi kajian Islam
dengan pembedaan antara ranah ‘Ulum
al-Din, al-Fikr al-Islamy dan Dirasat Islamiyah.[16]
Richard C. Martin memberikan penjelasan bahwa bidang-bidang data (data fields) yang dikaji dalam buku
Pendekatan terhadap Islam, merupakan data-data Islam yang tersebar luas secara
historis dan geografis. Sifat datanya luas, dari tekstual ke sosio-historis
hingga ritual simbolik. Buku hasil simposium tersebut dimaksudkan oleh Martin
memberikan kriti konstruktif terhadap pendekatan-pendekatan yang telah diterima
lama dalam studi Islam dan upaya menerapkan metode dan teori dari disiplin lain
pada data keagamaan Islam. Berbagai pendekatan tersebut disajikan dengan tujuan
memberikan layanan akan perubahan dan perbaikan dalam studi Islam sebagai
agama.[17]
Sebagai editor buku, Martin membagi bidang data (data fields) menjadi dua bagian. Bagian pertama sampai bagian empat
mengulas tentang studi agama, dan bagian kelima menyajikan dua respon yang
berbeda dari penulis tentang Islam (perspektif insider dan perspektif outsider).
Sehingga diharapkan secara bersama-sama bab-bab yang disusun membentuk sebuah
percakapan dan diskusi tentang Islam dan studi agama sehingga mampu memberikan
perhatian serius terhadap Islam dan studi agama.[18]
Pemikiran Martin tentang studi Islam berbasis pada data fields (bidang-bidang data) sebagai fokus kajian. Berdasarkan
bidang-bidang data yang dipaparkan martin, maka dapat di klasifikasikan ke
dalam tujuh perspektif pendekatan, yaitu 1) pendekatan tekstual, 2) pendekatan
sejarah, 3) pendekatan sosiologi, 4)pendekekatan antropologi, 5) pendekatan
filsafat ilmu, 6) pendekatan hermeneutik dan 7) pendekatan kritis.[19]
Melalui buku suntingannya Martin setidaknya memberikan kontribusi dua hal
terhadap Islamic Studies. Pertama, pengungkapan terhadap isu-isu studi
agama. Kedua presentasi respon-respon para penulis Muslim terkenal
tentang Islam. Sedangkan kata kunci penting yang di munculkan adalah data field.
Sehingga dapat dipahami bahwa pemberian judul buku suntingannya “Approaches to Islam in Religious Studies”, menjadi
pilihan yang sangat tepat.[20]
D. Problem dan Kompleksitas Studi Agama (Islam) dan Sejarah
Agama-Agama
Salah
satu objek kajian dalam studi agama-agama adalah tentang sejarah agama-agama.
Karena agama tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah tu sendiri. Terkait dengan
hal ini Richard C.martin mengungkapkan pesimisme Charles J. Adams sebagai
seorang islamis terkait dengan sejarah agama-agama dengan studi Islam. Berdasarkan
hasil pembacaan penulis terhadap pemaparan Richard C.Martin, penulis menangkap
sebagai problem dalam studi Islam termasuk di dalamnya tentang sejarah
agama-agama yang perlu dikaji lebih mendalam. Problem-problem tersebut antara
lain:
1.
Adanya kesulitan untuk melihat hubungan langsung dan
menghasilkan antara aktivitas Islamis dengan aktivitas sejarawan agama-agama.
Hal itu menurutnya disebabkan oleh dua alasan, yaitu; pertama, ada fakta
bahwa sejarawan agama-agama berhubungan dengan data Islam walaupun sedikit dan
hanya memberi kontribusi kecil terhadap pertumbuhan pengetahuan tentang
masyarakat Islam dan tradisi agama mereka. Kedua, tema-tema besar yang
mendominasi horizon para sejarawan agama-gama dalam beberapa dekade terakhir
belum menyoroti pengalaman Islam atau berbicara tentang problem yang melingkupi
keilmuan Islam.[21]
2.
Studi akademik tentang agama dan Islam yang dibentuk oleh
komunitas ahli mengalami kesulitan serius dalam berhubungan dengan akademisi
lainnya. Sejarawan agama-agama secara halus telah diabaikan oleh sarjana
humaniora dan ilmu-ilmu sosial lainnya.[22]
3.
Para Islamis yang berdiri dalam tradisi orientalisme,
dalam beberapa tahun terakhir semakin mendapatkan serangan karena
provinsialisme akademik mereka dan distorsi citra tentang masyarakat Islam yang
mereka ciptakan.
4.
Unsur perpecahan dalam upaya menyusun pendekatan terhadap
studi lintas budaya berasal dari sejumlah problem yang melingkupi di sekitar
hubungan antara peneliti dengan yang diteliti. Imparsialitas dan jarak sering
kurang diperhatikan dalam tulisan-tulisan tentang budaya orang “lain” dan ada
bukti kuat untuk menduga bahwa agama bisa berubah di bawah pengaruh studi
akademik. Bahkan ada teori yang menyatakan; muatan kepercayaan orang lain
selamanya tidak akan tersingkap kecuali peneliti terbuka dan simpati terhadap
kepercayaan dan keimanan orang yang dikaji. Hanya muslim (religius) yang dapat
mengkaji dan mengajarkan Islam dengan tingkat pemahaman yang memadai.[23]
5.
Persoalan lainnya adalah berkaitan dengan batasan-batsan
yang ditentukan oleh Weltanschauung ruang dan waktu yang darinya seorang
sarjana melakukan pengamatan dan penilaian. Karena itu studi dalam filsafat hermeneutik
membuat seseorang lebih sadar bagaiman menafsirkan masalah yang dikondisikan
oleh horizon pemahaman-historisitasnya-yang merupakan keharusan dalam proses
studi tekstual.[24]
6.
Banyak orang percaya bahwa kinilah saatnya untuk
membatasi studi Islam pada sudut pandang yang ilmiah secara ketat. Apakah hal
ini mengimplikasikan bahwa satu-satunya kategori dan istilah valid yang dapat digunakan
untuk menganalisis fenomena agama Islam itu disediakan oleh Islam saja? Atau
apakah seluruh wacana “disiplin” seperti studi sejarah, linguistik, ilmu
sosial, dan studi agama untuk menjelaskan fenomena keagamaan akan menemukan
koherensi diskursif, jika tidak harmonis, di kalangan sarjana Barat dan non
Barat?[25]
7.
Meskipun beberapa “sejarah” yang informatif tentang
sejarah agama-agama telah ditulis, fungsi dan peran informasi ilmiah ini dari
sudut pandang sosiologi pengetahuan harus dikaji secara memadai.[26]
8.
Akibat perang dunia I mampu mempengaruhi banyak sarjana
untuk terlibat dalam studi agama-agama. Gagasan evolusi budaya dan anggapan
yang menyertainya tentang kemajuan manusia mengalami guncangan besar. Akibatnya
ada kebutuhan yang dirasa begitu kuat untuk menemukan pendekatan yang
membolehkan ekspresi otentik agama-agama lain untuk berbicara tanpa pengaruh
nilai-nilai personal para sarjana. Apa yang dibutuhkan adalah penilaian objektif
terhadap peran agama dalam kehidupan manusia.[27]
9.
Para sarjana (abad 19) mengukur agama dan budaya dengan
menghindari sesuatu yang bersifat supernatural, penilaian tentang nilai dan
kebenaran data agama yang diselidiki secara sengaja ditangguhkan dan hanya
menangkap esensi yang terletak di belakang fenomena keagamaan, dengan
menyembunyikan realitas terdalam atau realitas suci yang hanya dapat ditangkap
esensinya. Sementara fenomenologi abad 20 ingin menundukkan pengalaman keagamaan
manusia sebagai respon atas realitas terdalam. Maka agama tidak dipandang
sebagai satu tahapan dalam sejarah evolusi, tetapi lebih sebagai aspek yang
esensial dari kehidupan manusia.
10.
Studi agama-agama harus melibatkan berbagai disiplin ilmu
yang luas yang terkait dengan manusia, antara lain adalah ilmu budaya. Objek
studi budaya atau studi manusia adalah seluruh perbuatan dan tindakan manusia
yang secara historis melibatkan bentuk ekspresi artistik, intlektual, sosial,
ekonomi, agama, politik (dan ilmiah).[28]
11.
Tujuan memahami agama orang lain bagi sejarawan agama
lebih dari sekedar pengetahuan lintas budaya; komunikasi lintas budaya juga
ditanamkan bersama dengan tujuan teologis manusia. Keimanan itu secara tak
sempurna hanya tersingkap dalam materi-materi tekstual-normatif dari tradisi
seperti Islam. Berbagai pembacaan terhadap materi ini akan gagal memahami
keimanan Muslim jika ia menghasilkan penjelasan dan interpretasi yang tidak
sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Muslim itu sendiri.[29]
12.
Dorongan utama orang Eropa mengkaji Islam menurut
sejarawan Princeton Bernard Lewwis, salah satunya untuk menyokong polemik orang
Kristen terpelajar melawan Islam, di samping karena motif politik dan lain
sebagainya.[30]
Sebagian
dari problem dan kompleksitas persoalan di atas mendapatkan tanggapan dan
jawaban dari Binder dan Edward W. Said sebagaimana dikemukakan oleh Richard C.
Martin dalam buku yang disuntingnya. Menurut Binder dalam bukunya “Orientalism
Versus Area Studies”; bahwa tradisi studi ketimuran abad ke 19 didasarkan
pada paradigma sejarah dan filologi yang dibangun oleh studi kesusastraan
klasik. Orientalis banyak mewariskan pada generasi sekarang karya-karya
monumental keilmuan tentang agama, sejarah dan masyarakat Islam, yang tanpa
karya-karya itu Timur Tengah dan studi Islam dewasa ini tidak mungkin ada.
Banyak sarjana sepakat dengan Binder tentang dua hal – bahwa ada prasangka
keagamaan dan politik ditemukan dalam studi Timur Tengah, tetapi jasa besar
diperlihatkan dalam tradisi keilmuan orientalis. Pertanyaannya adalah seberapa
serius prasangka tersebut menggerakkan keinginan untuk mengakaji Timur Muslim dan
apa pengaruhnya bagi orang-orang yang mengikuti studi Timur Tengah dewasa ini?.[31]
Jawaban
provokatif atas pertanyaan tersebut diberikan Edward W. Said dalam “Orientalism”,
dengan berusaha menyoroti sisi gelap imperalisme dan kolonialisme Barat. Ia
memperlihatkan bahwa “Studi Ketimuran” sebagai disiplin keilmuan secara
material dan intlektual berkaitan dengn ambisi politik dan ekonomi Eropa, dan
dengan demikian orientalisme telah menghasilkan “gaya pemikiran yang didasarkan
pada distingsi teologis dan epistemologis antara “Timur” dan “Barat”. Said
berpendapat bahwa orientalisme Barat mengembangkan cara-cara “pembahasan”
tentang Timur (Muslim/Arab) sehingga memapankan dan menyempurnakan rasa
superioritas budaya Eropa atas budaya lain.[32]
Richar
C. Martin berpendapat bahwa apa yang dikemukakan oleh Edward W. Said sangat
menyulitkan sejumlah pengkaji Timur Tengah dan Islam dalam banyak kesempatan.
Ia melakukan interpretasi tentang hakekat dan sebab-sebab berbagai bentuk bias
yang terdapat dalam tulisan-tulisan para pengembara, sejarawan kolonial,
misonaris, novelis, dan sarjana Barat. Bentuk-bentuk bias dewasa ini yang lebih
populer dan mudah dipahami adalah proyeksi media tentang Arab (Muslim) sebagai
manusia penuh nafsu birahi, terbelakang, irasional, dan seterusnya. Barangkali
yang kurang jelas adalah jenis perlakukan akademik yang diberikan untuk
keilmuan Muslim dalam karya-karya lain yang mengesankan seperti "Encyclopaedia
of Islam”, dimana pandangan-pandangan muslim tradisional dan kontemporer
dalam artikel-artikel tersebut bertentangan dengan apa yang benar-benar
dikatakan oleh sumber-sumber mereka ketika mereka tunduk pada kritik sejarah
dan teks.[33]
Keberanian
Martin untuk mengemukakan problem dan kontroversi pendapat di kalangan ahli
studi Islam Barat, justru semakin menambah bobot dan kepakarannya sebagai
pengkaji di bidang studi Islam, sekaligus menunjukkan komitmennya bahwa studi
harus dilakukan dengan motif baik dan objektif sebagaimana dikemukaknnya dalam
pengantar buku tersebut.
Penutup
Dalam pendekatan terhadap Islam Richard C. Martin ingin mensinergikan atau
mengharmoniskan antara tradisi berpikir keilmuan antara Islamic studies tradisional (Turats) dan tradisi berpikir religious studies kontemporer dengan
memanfaatkan kerangka teori, metodologi dan pendekatan yang digunakan oleh
ilmu-ilmu sosial dan humaniora (sosiologi, antropoligi, filsafat ilmu, hermeuetik
dan sebagainya) yang berkembang sekitar abad ke-18 dan 19, sekalipun diakui oleh
beliau bahwa berbagai disiplin ilmu tersebut harus lebih diharmoniskan dan
sinergis.
Basis kajian Martin menggunakan data
fields, yaitu bidang-bidang data tentang islam yang tersebar luas secara
historis dan geografis. Adapun jenis-jenis datanya dari data tekstual,
ritual-simbolis, hingga sosial-historis. Martin berusaha mempresentasikan
kritik konstruktif terhadap studi islam dan menggunakan perangkat ilmiah
interdisipliner dan multidisipliner terhadap data keagamaan Islam dengan tujuan
memberikan perubahan dan pengembangan terhadap studi Islam sebagai agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, Studi
Agama Normativitas atau
Historisitas. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Cetakan ke-1.
1996)
-----------------------, “Kata Pengantar” dalam Richard C. Martin, dalam Pendekatan terhadap Islam dalam Studi Agama,
terj. Zakiyuddin Baidhawy (Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2010.
-----------------------, “Profil dan Kompetensi Akademik
lulusan program pascasarjana perguruan tinggi agama Islam dalam era masyarakat
berubah”, dalam, https://aminabd.files.wordpress.com/2010/06/makalah-24-25-nop-20021.pdf
diakses tanggal 02 oktober 2017
----------------------, Falsafah Kalam di Era Posmodernisme,Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, cetakan ke V, 2016
Abdullah, T.
Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar,Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989
Ali, H. A. Mukti.
Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Bandung: Mizan, Cetakan ke-3, 1996
Curriculum vitae
Richard c. martin, dalam ttp://cslr.law.emory.edu/fileadmin/media/PDFs/CV_-
_updated_2008/CV_Martin_2013.pdf diakses pada tanggal 02 Oktober 2017
J. Adam, Charles, “Prakata” dalam Pendekatan
Terhadap Islam dalam Studi Agama (Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan
Kalijaga, 2010) hlm. xviii.
Harb, Ali, Asilah Haqiqah wa Rabanat al-Fikr; Muqarabat Naqdiyyah wa
sijaliyyah, (terjemah; Nalar Kritis Islam Kontemporer, Umar Bukhory dan
Ghazi Mubarok), Yogyakarta: IRCiSoD, cetakan pertama, 2012
Huda, Sokhi, Pendekatan
terhadap Islam dalam Studi Agama dan Relevansinya dengan Studi Islam di
Indonesia, dalam Jurnal Religio
volume 1 Nomor 1, Maret 2011.
Martin, Richard C,
Approaches to Islam in Religious Studies, terjemahan Zakiyuddin Baedhowi, Pendekatan terhadap Islam dalam Studi Agama,
Yogyakarta: SUKA Press, 2010
-------------------, “Islamic Studies in the American
Academy: A Personal Reflection”, dalam http://jaar.oxfordjournals.org/content/78/4/896.full.pdf
diakes tanggal 02 Oktober 2017
[1]. Amin Abdullah, Falsafah kalam di era
posmodernisme,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cetakan ke V, 2016, hlm. 18
[2]
Ali Harb, Asilah Haqiqah wa Rabanat
al-Fikr; Muqarabat Naqdiyyah wa sijaliyyah, (terjemah; Nalar Kritis Islam
Kontemporer, Umar Bukhory dan Ghazi Mubarok), Yogyakarta: IRCiSoD, cetakan
pertama, 2012, hlm. 30
[3]
Amin Abdullah, Falsafah Kalam...hlm.
18.
[4]
Ibid., hlm. 19
[5]. Amin Abdullah.2010, “Kata
Pengantar,” dalam Richard C. Martin, Pendekatan
Terhadap Islam dalam Studi Agama, terj. Zakiyuddin Baidhawy, Yogyakarta: Suka Press, halaman.vii.
[6]. Ibid.,halaman. xi.
[9].Curriculum vitae Richard
c. martin, dalam ttp://cslr.law.emory.edu/fileadmin/media/PDFs/CV_-_updated_2008/CV_Martin_2013.pdf
[11].Curriculum vitae Richard
c. martin, dalam
http://cslr.law.emory.edu/fileadmin/media/PDFs/CV_-_updated_2008/CV_Martin_2013.pdf
[12]. Richard C.martin, “Islam dan Studi Agama: Sebuah
Catatan Pengantar, dalam Richard C.
Martin, Pendekatan terhadap Islam dalam
Studi Agama, terj. Zakiyuddin Baidhawy (Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan
Kalijaga, 2010) hlm,. 1-2.
[13]
Richard C.Martin, “Pengantar editor”
dalam Richard C. Martin, Pendekatan ...,
hlm,. xxi.
[14]
Richard C. Martin,
“Islam dan Studi Agama: Sebuah Catatan Pengantar”, dalam Pendekatan terhadap Islam dalam Studi Agama, terj. Zakiyuddin
Baidhawy (Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2010) hlm. 5.
[15].Charles J. Adam,
“Prakata” dalam Pendekatan Terhadap Islam
dalam Studi Agama (Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga, 2010) hlm.
xviii.
[16]. Amin Abdullah, “Kata
Pengantar” dalam Richard C. Martin, Pendekatan
..., hlm. viii-ix. Lihat pula Richard C.Martin, Pengantar editor, halaman
xxi
[19][24] Sokhi Huda, “Pendekatan Terhadap Islam
dalam studi agama dan relevansinya dengan studi islam di indonesia” dalam
Jurnal Religio, vol.1 no.1. Maret 2011, hlm.35.
[20]
Martin tidak memberikan pilihan
judul lain seperti, “Approaches of Islamic Studies” ataupun “Approaches
for Islamic Studies”
[21]. Ibid., halaman 3
[23]. Ibid., halaman. 4
[24]
Ibid.
[25]
Ibid., halaman. 5
[26]. Ibid.
[27]. Ibid., halaman. 7
[28]. Ibid., halaman. 7-8
[29]. Ibid., halaman. 9-10
[30]. Ibid., halaman. 11-12
[31]. Ibid., halaman. 14
[32]
Ibid., halaman. 15
[33]
Ibid.
Leave a Comment