Membayar Jabatan untuk Memberdayakan Ilmu
Assalamualaikum wr.wb.
Saya Adalah PNS dari
sebuah kabupaten pemekaran dari Pulau Sumatera. saya sendiri telah mengabdikan
diri di kabupaten ini sekitar 7 tahun. Usia saya 30 tahun saat ini dan tahun lalu
saya baru menyelesaikan S2 di ITB melalui tugas belajar yang menggunakan beasiswa dari salah satu kementerian.
SDM aparatur pemerintah di Kabupaten tempat saya
bekerja dari segi jumlah dan kualitas masih sangat kurang, sehingga
memungkinkan orang dengan background pendidikan yang tidak sesuai dapat
menempati jabatan yang tidak sesuai. Misalnya sekretaris dari badan A adalah mantan guru, dan
sebagainya. Namun Hal yang sangat disayangkan bahwa jabatan ini diisi harus dengan
persyaratan uang. Saya sendiri semenjak kepulangan saya dari tugas belajar saya hanya ditugasi bagian konsumsi dan pengantar surat ataupun pengumpul berkas karena saya staf dan tidak ingin membayar atas jabatan.
Pertanyaannya melihat
fenomena yang terjadi, saat ini masih ada jabatan yang kosong persis sesuai
keahlian saya, dan demi pertimbangan kemanfaatan dan keberdayaan ilmu saya,
akankah menjadi halal saya membayar jabatan tersebut?
Mohon pencerahannya dan
saya tidak bersedia identitas diri saya diketahui. Terimakasih.
Assalamualaikumwr.wb.
Fulan di Same Where
JAWABAN:
Wa’alikumussalam
Wr.Wb.
Terima kasih atas
kepercayaan saudara yang telah mempercayakan kepada team fatwa Majelis Tarjih
dan Tajdid untuk menjawab pertanyaan saudara. Karena saudara tidak ingin
disebut namanya, maka dalam jawaban fatwa ini kami menggunakan nama Bapak
Fulan.
Saudara Fulan yang
dirahmati oleh Allah swt.
Sikap dan pilihan
pekerjaan yang saudara pilih sudah sangat tepat dengan memegang prinsip
kejujuran, kesantunan dan profesionalitas dalam bekerja dan memegang amanah.
Sikap ini tentu sangat positif bagi diri saudara, keluarga dan orang lain serta
dapat menenteramkan jiwasaudara. Karena hasil yang didapatkan jelas
kehalalannya dan barakah bagi diri dan keluarga. Namun pilihan yang sudah tepat
dan halal tersebut terkadang tidak selamanya mulus karena bisa saja tergiur
dengan jabatan dan hasil yang dianggap lebih baik. Padahal suatu jabatan dan hasil pekerjaan yang diperoleh
dengan cara yang dilarang oleh agama tidak akan mendatangkan ketenteraman,
kebahagiaan, keberkahan serta kemanfaatan yang lebih baik. Namun karena adanya
peluang, sistem yang tidak baik, serta banyaknya orang yang melakukan praktik
kotor membuat seseorang tergiur untuk
melakukan hal yang sama sebagai jalan pintas untuk memperoleh pekerjaan dan
posisi yang lebih strategis dan tinggi.
Menerima pegawai yang
tidak sesuai dengan kompetensi atau keahliannya bahkan dengan cara membayar
sejumlah uang sebagai pelicin untuk mendapatkan posisi dan jabatan tertentu
semakin merusak sistem rekrutmen pegawai yang mengakibatkan rusaknya iklim
kompetisi yang sehat dan seleksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan
kebutuhan dan keahliannya. Realitas seperti yang saudara kemukakan ini sesungguhnya
banyak terjadi di daerah dan instansi lain di tanah air kita. Sehingga budaya
korupsi, kolusi dan nepotisme masih sangat terasa dan terjadi di mana-mana.
Dalam Islam kasus seperti ini termasuk kategori
sogok-menyogok atau risywah yang hukumnya dilarang dalam agama Islam,
sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadis berikut ini:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي. (رواه أبو داود و الترميذي وابن
ماجة وأحمد)
“Dari Abdullah bin 'Amru ia berkata, "Rasulullah saw. melaknat orang
yang memberi uang sogokan dan orang yang menerima uang sogokan." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan
Ahmad)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَعَنَ اللهُ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِى
الْحُكْمِ. (رواه الترمذي و ابو داود وأحمد وابن ماجة)
“Dari Abu Hurairah ra. ia berkata; Rasulullah saw.telah bersabda: Allah
melaknat penyuap dan yang disuap dalam masalah hukum.." (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu
Majah)
عَنْ
ثَوْبَانَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا.
(رواه أحمد)
“Dari Tsauban berkata; Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yang
disuap dan perantaranya (makelar)." (HR. Ahmad)
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بن عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:"الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ". (رواه الطبراني)
“Dari Abdillah bin Amr telah berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: Orang
yang menyuap dan disuap di (masuk) neraka.” (HR. at-Thabrani)
Dalam hadis-hadis tersebut di atas dengan tegas
disebutkan bahwa orang yang memberi suap, orang yang menerima suap, bahkan
perantara atau makelar yang menghubungkan antara pemberi suap dan penerima suap
dilaknat oleh Allah swt. dan Rasul-Nya serta dimasukkan ke dalam neraka.
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat: 188, juga telah
menyiratkan tentang keharaman suap-menyuap atau sogok menyogok ini. Sebagaimana
firman Allah swt.:
وَلَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة: 188)
“Dan janganlah kamu memakan harta sebagian diantara kamu dengan cara yang
bathil (tidak benar), dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta kepada para
hakim supaya kamu sekalian dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain
dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 3 dijelaskan bahwa,
ayat ini erat kaitannya dengan hadis-hadis tentang larangan suap-menyuap di
atas, yang prinsipnya melarang orang memakan harta orang lain dengan cara yang
tidak benar. Artinya dengan cara yang bathil yang antara lain ialah dengan
memberikan sesuatu kepada hakim dengan maksud agar hakim memenangkan
perkaranya, padahal sebenarnya “hak” itu adalah milik lawannya. Suap dengan
maksud agar hak seseorang yang bukan miliknya menjadi milik pemberi suap, atau
memberi sesuatu kepada orang lain baik berupa uang atau barang agar surat
keputusan atau pengangkatan sebagai pegawai lekas keluar atau untuk mendapatkan
posisi dan jabatan tertentu, maka perbuatan seperti itu hukumnya haram.
Begitu pula dalam fikih anti korupsi yang diputuskan oleh
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dijelaskan bahwa risywah
(menyogok) merupakan salah satu bentuk korupsi yang dilarang oleh agama, karena
itu harus dijauhi dan ditinggalkan.
Larangan sogok menyogok atau risywah dalam Islam,
tentu memiliki tujuan dan hikmah yang sangat besar, karena risywah
memiliki dampak negatif dalam kehidupan sosial manusia. Diantara dampak negatif
risywah adalah: pertama; dapat merugikan pihak lain yang memiliki
kemampuan atau skill dan sifat amanah dalam bekerja, karena terhalang
oleh pihak lain yang memiliki kemampuan finansial untuk melakukan budaya
sogok-menyogok. Kedua; dapat menimbulkan budaya kerja dan kompetisi yang
tidak sehat (tidak harmonis). Ketiga; dapat merusak sistem rekrutmen
dalam proses penerimaan pegawai. Keempat; dapat menjadikan pihak yang
benar menjadi tersalah dan pihak yang salah menjadi benar karena kemampuannya
membeli hukum. Kelima; dapat memakan harta yang bukan haknya, dan lain
sebagainya. Dengan demikian, orang yang melakukan dan menerima risywah
termasuk berdosa.
Oleh sebab itu, sikap
saudara yang tidak inginmembayar sejumlah uang untuk mendapatkan jabatan
tertentu harus tetap dipertahankan dengan penuh istiqomah.Saudara harus tetap
memberikan contoh dan teladan yang baik kepada orang lain yang melakukan
tindakan curang dan tercela, dengan tetap jujur, amanah dan profesional dalam
mengemban amanah yang sedang saudara jalankan. Saudara tidak boleh tergiur
untuk melakukan praktik suap-menyuap sekalipun mungkin dengan pertimbangan
ingin memanfaatkan dan memberdayakan ilmu yang saudara miliki. Dengan sikap
seperti ini, hasil atau gaji yang didapatkan akan tetap halal dan barokah baik
untuk diri saudara maupun keluarga, dan insyaAllah, Allah akan memberikan jalan
yang terbaik bagi saudara dalam meniti karir dan mendapatkan rizki yang halal.
Semoga karena kejujuran dan komitmen saudara dalam menjalankan amanah akan
segera berbuah manis, berupa pertolongan Allah untuk kemudahan saudara dalam
mendapatkan posisi yang sesuai dengan keahlian saudara. Aamiin.Wallahu
A’lam bis Shawab. (Rf)
Leave a Comment