HUKUM MENGGUNAKAN KERTAS YANG TERBUAT DARI KOTORAN GAJAH
HUKUM MENGGUNAKAN
KERTAS YANG TERBUAT DARI KOTORAN GAJAH
DAN HUKUM
JUAL-BELI KOTORAN
Assalamu'alaikum wr.wb.
1. Di acara salah satu TV
swasta pernah menayangkan acara daur ulang kotoran gajah untuk membuat kertas
karena katanya kotoran gajah seratnya
lebih tebal dibandingkan hewan lainnya. pertanyaan: apa hukumnya kertas
tersebut najis atau tidak?
2. Didalam hadits
diterangkan bahwa menjual barang najis itu hukumnya haram, bagaimana dengan
kasus diatas? dan bagaimana pula orang yang menjual kotoran binatang yang
dijual oleh pabrik untuk pupuk ?. Terimakasih
atas jawabannya.
Wassalamu'alaikum
wr.wb.
Eny Mulyana
Sendang Rt02/02 kalinyamatan
Jepara-jawa tengah
Jawaban Pertanyaan Pertama:
Wa’alaikumussalam.Wr.Wb.
Sebelum menjawab
pertayaan pertama tentang hukum kertas yang terbuat dari kotoran gajah, apakah
tergolong najis atau tidak, alangkah baiknya difahami terlebih dahulu tentang proses
pembuatannya sebagaimana dijelaskan oleh para ahlinya: Bahwa proses pembuatan
kertas dari kotoran gajah dilakukan secara bersih dan steril, dengan cara dicuci
dan direbus untuk mematikan bakteri atau mikroba lain dan untuk melunakkan
serat. Proses pembuatan kertas dari kotoran gajah dilakukan melalui beberapa
tahapan yang diawali mencuci kotoran gajah dengan air untuk
memisahkan serat sisa makanan dan lainnya. Pada
pencernaan gajah,
pengolahan makanan di ususnya tidak sempurna (sekitar 40-60 persen serat tak dicerna). Kondisi itulah yang dimanfaatkan menjadi
bakal kertas. Serat yang telah bersih dan steril itu dijemur hingga kering
dan berubah warna, seperti coklat susu. Kemudian serat kering digiling untuk dihaluskan lalu direndam hingga menjadi bubur. Selanjutnya,
bubur serat dicampur dengan bubur
kertas hingga menyatu. Setelah
teraduk sempurna, campuran itu dicetak di atas kain screen dengan ukuran
tertentu. Tahapan ini mirip seperti pembuatan sablon secara tradisional. Kertas
dari kotoran gajah ini kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembuatan buku, amplop, cetak foto, undangan, bingkai
foto dan lainnya.
Terkait dengan pertanyaan pertama, perlu dijelaskan; bahwa tidak semua
kotoran termasuk kategori najis, seperti kencing unta dapat dikonsumsi secara langsung,
sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim.
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ
فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا .....(رواه
البخاري ومسلم)
“Dari Anas bin
Malik berkata, “Beberapa orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun
mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu
memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya.......” (HR. Bukhari dan Muslim)
Contoh lain adalah kotoran dari kambing yang memakan buah zaitun, dapat
dimanfaatkan biji (zaitun) nya yang masih utuh untuk bahan minyak (minyak
zaitun), kotoran dari binatang luwak yang memakan biji kopi yang masih utuh
dengan kulit keras (tempurung) nya dapat dikonsumsi setelah dibersihkan dan
dipisahkan dari kotorannya. Biji zaitun yang ada dalam kotoran kambing maupun biji
kopi yang terdapat dalam kotoran luwak secara zatnya tidak termasuk najis namun
ia termasuk kategori al-mutanajjis (sesuatu yang terkena najis) sehingga
harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Imam an-Nawawi, dalam kitab al-Majmu’ jilid 2 halaman 573 menyebutkan
pendapat ulama’ dari kalangan Madzhab Syafi’i yang menjelaskan tentang
kebolehan mengkonsumsi biji-bijian yang terdapat dalam kotoran binatang yang
halal dikonsumsi, sebagai berikut:
إِذَا
أَكَلَتِ الْبَهِيْمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيْحًا، فَإِنْ كَانَتْ
صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ ، فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لٰكِنْ
يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ
“... Jika
ada hewan memakan biji-bijian dan keluar dari perutnya dalam keadaan masih
baik, jika kulit kerasnya masih
utuh, seukuran jika ditanam ia bisa tumbuh, maka
biji tersebut dikatakan suci, tetapi harus dibersihkan luarnya karena terkena
najis (mutanajjis)… ” (An-Nawawi, al-Majmu’, 2/ 573)
Terkait dengan kasus yang
saudara tanyakan, menurut pendapat kami, jika serat rumput tersebut masih utuh
dan dapat dipisahkan dari kotorannya dan dibersihkan, maka serat-serat rumput
tersebut menjadi suci dan dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kertas dan
sejenisnya. Sekalipun rumput gajah atau pohon jagung yang biasa dimakan oleh
gajah tidak sama dengan biji-bijian yang terlindungi oleh kulit kerasnya, namun
serat-seratnya yang keras dan tebal tersebut dapat dipisahkan dari kotorannya
dan bahkan dapat disterilkan sehingga disamping bersih ia juga terbebas dari
bakteri dan dan mikroba yang membahayakan serta bukan untuk dikonsumsi/dimakan.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kertas yang terbuat dari serat kotoran gajah yang telah
melewati proses sebagaimana dijelaskan di atas termasuk benda suci dan dapat
digunakan untuk pembuatan buku dan sejenisnya serta boleh diperjual belikan.
Jawaban Pertanyaan Kedua:
Hukum menjual barang
najis seperti kotoran untuk pupuk (kompos) dan sejenisnya, masih terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para ulama’, sebagian ada yang mengharamkan dan
sebagian lagi membolehkan. Adapun dalil yang digunakan oleh para ulama’ yang
melarang (mengharamkan) antara lain;
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَعَنَ اللهُ
الْيَهُوْدَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمُ فَبَاعُوْهَا وَ أَكَلُوْ
أَثْمَانِهَا وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ
عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ. (رواه أحمد و أبو داود)
“Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: Allah melaknat
orang-orang Yahudi, karena telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai)
namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya jika Allah
mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula atas
mereka hasil penjualannya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Sedangkan ulama’ yang
menghalalkan jual-beli kotoran diantaranya ialah madzhab Hanafi dan lainnya;
mereka menyatakan bahwa kotoran
binatang ternak yang dagingnya halal dimakan, adalah suci dan tidak najis,
sehingga boleh diperjual belikan untuk pupuk (kompos). Mereka berdalil bedasarkan perbuatan masyarakat
muslim di sepanjang sejarah yang biasa
memperjual-belikan kotoran binatang, dan tidak ada yang mengingkarinya. Adapula yang berpendapat bahwa yang diperbolehkan ialah menjual jasa
penyediaan kotoran binatang sebagai pupuk dan bukan menjual bendanya.
Terlepas dari
perbedaan pendapat tersebut, kami menguatkan (mentarjih) kebolehan menjual
belikan kotoran untuk dijadikan pupuk. Sedangkan larangan menjual belikan najis
yang dimaksudkan oleh syara’ (agama) adalah menjual sesuatu yang disepakati
keharamannya untuk dikonsumsi seperti daging babi, bangkai, khamar dan
sejenisnya. Adapun hukum menjual belikan kertas yang terbuat dari bahan kotoran
gajah sebagaimana dijelaskan di atas hukumnya halal, karena termasuk suci. Wallahu
A’lam. (RF)
Leave a Comment